Derajat Al-Akhfiya'

Derajat Al-Akhfiya'

Mereka adalah orang-orang yang memahami benar, bahwa beramal sekecil apun itu semata hanya demi Allah Swt saja, tidak untuk yang lain. Mereka selalu ada disetiap zaman. Namun terkadang teramat sulit menjumpai mereka, sebab mereka adalah orang-orang tersembunyi.

Orang-orang seperti mereka sungguh tidak pandai menarik simpati manusia. Tanpa bermaksud merendahkan sesama manusia, namun para manusia bagi mereka sangat tidak pantas dijadikan sumber simpati, penghargaan, dan penghormatan.

Bagi mereka, itu terlalu murah dan rendah. Simpati yang mereka cari adalah yang bersumber dari Allah Azza Wajalla. Karenanya mereka tidak akan pernah berlagak  khusyu' dan zuhud di hadapan manusia, lalu kehilangan itu semua saat berhadapan dengan Allah Swt.

Apakah Anda tahu bahwa seorang tabi'in besar, Muhammad bin Shirin, bila bersama dengan manusia di siang hari ia justru sering tertawa. Namun saat malam mulai merangkak memeluk bumi, bila engkau melihat bagaimana ia beribadah dan bermunajat, ia menjelma bagai orang yang telah membunuh semua penghuni sebuah desa. Seolah ia telah melakukan dosa yang tak tarampuni.

Seorang tabi'in besar lain yang bernama Ayyub As-Syikhtiani pernah mengatakan, "Sungguh demi Allah Swt! seorang hamba belum benar-benar jujur menghamba kecuali bila ia telah merasa gembira saat tidak ada seorang pun yang mengetahui dimana ia berada."

Dan bila ia sedang mengajarkan hadits Nabi Muhammad Saw lalu hatinya tersentuh hingga hampir menangis, ia segera menolehkan wajahnya dan berkata, "Sakit flu ini terasa agak berat." Seolah-olah ia sedang sakit. Ia melakukan demi menutupi air matanya yang hampir jatuh. Begitulah, selalu ada-ada saja cara para Al-Akhfiya' untuk menutupi amalan saleh mereka dari pandangan manusia.

Yang juga tak kalah mengagungkannya tabi'in lain bernama Muhammad bin Wasi', ia pernah berkata, "Ada orang selama 20 tahun lamanya sering menangis karena Allah Swt, namun selama itu pula tidak sekalipun istrinya mengetahui tangisannya." Subhanallah! seorang wanita yang hidup dengannya selama 20 tahun, tidak mengetahui bagaimana ia melewati malam-malamnya dengan tangisannya.

Kisah lain adalah kisah seorang alim besar bernama Imam Al-Mawardi. Salah satu  karyanya yang mungkin anda kenal adalah Al-Ahkam Al-Sultaniyayah, sebuah karya besar dalam politik Islam. Ternyata, karya ilmiahnya tidak satu pun muncul ketika ia masih hidup.

Semua karyanya tersembunyi disebuah tempat. Saat kematiannya semakin dekat, barulah ia berpesan kepada seorang  yang ia percaya, "Semua kitab yang ditempat si fulan itu adalah karya-karyaku. Kelak bila aku berhadapan dengan sakaratul maut. Letakkanlah tanganmu di telapak tanganku.

Bila saat ruhku lepas dan ternyata tanganku menggenggam tanganmu, itu bertanda Allah Swt tidak menerima satupun dari karya-karyaku. Maka kumpulkanlah semuanya lalu buanglah ke sungai Dajlah saat malam tiba. "bila telapak tanganku terbuka dan tidak menggenggam tanganmu, maka itu bertanda aku telah beruntung dan aku telah menulisnya dengan niat ikhlas."

Demikianlah pesan sang imam. Dan saat kematian benar-benar berada disisinya, lalu ruhnya kembali kepada sang pencipta, telapak tangannya terbuka dan tidak menggenggam tangan orang kepercayaannya. Itu bertanda ia diterima oleh Allah Swt. Maka karya-karyanyapun disebarkan sepeninggalannya."

Ada juga ungkapan imam Asy-Syafi'i, dorongan keikhlasan yang kuat mendorongnya suatu ketika untuk mengatakan, "Sungguh aku merasa bahagia andai saja manusia dapat mengetehui ilmu yang kuajarkan ini tanpa ada satu pun yang dinisbatkan kepadaku selama-lamanya sehingga dengan begitu aku mendapatkan pahala tanpa perlu mendapatkan pujian dari manusia."

Duhai betapa beratnta mencapai derajat itu! Derajat para Akhfiya', para manusi-manusia yang tersembunyi.



Advertisement

Baca juga:

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

Tidak ada komentar