Kesabaran Berujung  Indah

Kesabaran Berujung Indah


Kisah tentang cinta anak manusia sudah menghiasi muka bumi sejak mula Nabi Adam menghuni dunia ini. Dan cerita cinta selalu menjadi perbincangan yang menarik. Bahkan para ulamapun banyak menyusun kitab yang membahas masalah cinta.

Kisah ini dinukil dari syaikh At-Thahhan yang dimuat dalam buku  Laa tahzan wabtasim lilhayah, Karangan Syaikh Mahmud Al-Mishri.

Dahulu, seorang pemuda datang dari sebuah desa terpencil untuk talaqqi di Universitas Al-Azhar. Ia merantau kemesir membawa impian besar dan harapan mendalam, bahwa kelak ia menjadi seorang alim rabbani.Ia ingin menjadi da'i yang ikhlas membantu agama Allah,seikhlas para ulama dahulu yang kisahnya telah banyak ia baca.

Untuk menuntut ilmu,setiap pagi ia menghadiri halaqah di masjid Al-Azhar. Disitulah ia mendulangi ilmu-ilmu fikih, tafsir, hadits, adab, balaghah, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Dengan takzim, setiap hari ia duduk mendengarkan ucapan syikh yang menyampaikan pelajaran, dan petuah-petuah hikmah.

Namun keadaan berbeda sejak beberapa bulan terakhir. Kiriman uang sekadarnya dari orangtuanya yang bekerja sebagai petani di kampung tak kunjung tiba. Dan sudah beberapa hari, uang persediaannya habis setelah ia mencoba bertahan dengan menghemat sisa uangnya.

Kebutuhan sehari-hari mulai terganggu. Bahkan, sering kali dalam sehari perutnya tidak tersentuh sepotong pun makanan. Keadan itu sering membuatnya tidak mampu berkonsentrasi  penuh terhadap setiap pelajaran yang disampaikan syaikh.

Hingga di suatu hari, ia tak bisa lagi menahan rasa lapar yang mendera perutnya. Maka, ia memutuskan meninggalkan sejenak halaqah syaikh,dengan harapan diluar sana, ia dapat menemukan sepotong roti untuk mengganjal perutnya yang semakin lama semakin perih karena lapar.

Ia terus berjalan menelusuri jalan dan lorong disekitar Kampus Al-Azhar. Tanpa ia sadari, ia sudah berada disebuah lorong sempit dan tidak jauh dari tempat ia berdiri. Pandangannya tertuju pada sebuah bangunan rumah yang terlihat lebih mewah dari rumah sekelilingnya. Pintu rumah itu terbuka lebar dan tidak terlihat siapapun di dalam rumah tersebut. Pemandangan yang menggoda siapa saja untuk masuk dan menjarah harta bendanya.

Karena tak menemukan seorang pun, ia memutuskan masuk kedalam rumah itu. Diruang makan, ia mendapati hidangan makanan yang tertata rapi diatas meja seolah disiapkan untuk satu jamuan. Aroma makan betul-betul menggoda selera, menggugah perutnya yang perih didera rasa lapar.
Saat akan menyuapkan makanan tersebut kemulutnya,seketika ia sadar;"Karena ilmu adalah cahaya Allah.DAn cahaya itu tidak akan dikaruniakan pada pelaku maksiat" Nasehat Imam Asy-Syafi'i kepada Waqi' bin Jarrah terngiang ditelinganya.

Sungguh, memasukkan makanan haram kedalam perut walaupun hanya secuil roti adalah bagian dari menghalangi cahaya itu. Ia percaya mustahil menggabungkan antara cahay dan kegelapan dalam satu ruang. Dengan perut yang masih sangat lapar, ia memutuskan untuk kembali ke halaqah syaikh. Di tempat itu, masih nampak para mahasiswa yang lain sedang khusyuk mendengarkan syarah yang disampaikan syaikh.

Setelah pelajaran syaikh baru saja usai, tiba-tiba saja seorang wanita separuh baya menghampiri syaikh. Lalu keduanya terlibat pembicaraan serius. Tak satupun yang hadir saat itu mendengar pembicaraan mereka.

Tidak lama kemudian, syaikh memanggil sang pemuda, "Wahai Abdullah, kemarilah!" Pemuda menjawab, "Labbaika ya syaikh, kenapa tiba-tiba syaikh memanggil ku? "Begini....bagaimana pendapatmu jika kamu menikah?" ujar syaikh. Dengan terkejut pemuda itu menukas, "Apa? Apakah syaikh sedang bercanda dengan ku? Demi Allah, sudah tiga hari ini perutku tidak pernah tersentuh makanan sedikitpun, istriku mau diberi makan apa, wahai syaikh?"

"Dengarkanlah. Sesungguhnya wanita tua ini mengeluhkan kepadaku, kalau suaminya baru saja meninggald dunia. Suaminya meninggalkannya bersama Aisyah, putri satu-satunya, dan mewarisi harta dunia yang melimpah. Ibunya ingin segera menikahkannya dengan seorang pemuda saleh, atas pertimbanganku. Ia membutuhkan menantunya nanti akan membantunya mengelola harta warisan, peninggalan ayahnya. Bagaimana?"

Seakan tak percaya, Pemuda itu menjawab, "Kalau demikian, baiklah wahai syaikh, terimakasih atas perhatiannya. Saya siap menikah dengannya."

Tak menunggu lama, mereka segera berjalan menuju kediaman Aisyah. Saat akan memasuki rumah, yang ternyata adalah rumah yang ia masuki sebelumnya, tiba-tiba saja pemuda itu meneteskan air mata. Syaikh bertanya, "Mengapa engkau menangis wahai Abdullah?" tanyanya keheranan."Apakah kau merasa terpaksa menikah dengan gadis ini?"

"Bukan, ya syaikh. Bukan karenaitu Tetapi, belum lama, aku memasuki rumah ini. Hampir saja aku mengambil makanan yang ada diatas meja itu. Tapi, aku teringat kalau makanan itu bukanlah milikku dan aku tidak boleh memakannya tanpa seizin pemiliknya. Jika aku memakannya, itu berarti aku memasukkan makanan yang haram kedalam perutku. Karena itu, aku segera meninggalkannya karena takut kepada Allah. Tapi, Subhanallah, kini Allah mengembalikannya kepadaku dengan cara yang halal." Syaikh bertasbih " Mahasuci Allah yang pernah berfirman," Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka."(Ath-Thalaq:2-3)"

Akhirnya, pemuda dan gadis itu dinikahkan oleh syaikh dan disaksikan ibu Aisyah, serta orang-orang yang dicintainya. Subhanallah, pemuda desa itu telah mendapatkan limpahan rahmat karena rela meninggalkan sesuatu yang bukan miliknya. Ia tidak saja menikahi Aisyah, tetapi juga mewarisi harta kekayaan ayahnya. Cinta itu datang dengan sendirinya, karena buah dari kejujurannya.

Ketakutannya kepada Allah mengalahkan segala-galanya. Krena itulah Allah memberikan yang lebih banyak dari apa yang sudah ia tinggalkan.
Advertisement

Baca juga:

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

Tidak ada komentar