Sepucuk Surat Imam Malik

Sepucuk Surat Imam Malik

Keshalehan itu banyak ragamnya seperti yang dikatakan Rasulallah saw, kesahalehan mempunyai banyak cabang, dimana cabang tertingginya adalah kalimat Laailahaillallah, dan yang terendah adalah menyingkirkan duri dari jalannan.

Beragamnya keshalehannya itu tentu saja membuat kita yang ingin jadi shaleh agak kesulitan untuk mengamalkannya, sebab kita adalah makhluk serba terbatas, sepanjang sejarah sangat jarang ditemukan sosok yang dapat merangkum sekian ragam keshalehan itu, selain Rasulallah tentu saja.

Suatu waktu, ketika hari masih pagi, Rasulallah saw pernah mengajukan beberapa pertanyaan kepada para sahabatnya, "Siapa diantara kalian yang telah menjenguk orang sakit pagi ini? Siapa yang telah memberi sedekah? Dan siapa yang telah mengantar jenazah orang yang meninggal?"

Sepagi itu tentu saja belum ada yang melakukannya. Namun secara mengejutkan, Abu bakar Ash-Shiddiq mengacungkna tangannya, dan mengatakan, "Saya telah melakukannya wahai Rasulallah." Hingga Umar bin Al-khattab pun mengakui bahwa, "Sungguh aku tidak akan mungkin menyamai pria yang satu ini."

Apa yang dipaparkan diatas terilhami oleh sepucuk surat yang dikirimkan oleh Imam Malik kepada seorang sahabtnya bernama Abdullah Al-Umari. Abdullah Al-Umari ini adalah seorang ahli ibadah yang bermukim di Mekkah. Ia tidak mempunyai aktivitas lain selain mengerjakan ibadah seraya beruzlah saja. Ia mungkin berfikir bahwa itulah ibadah yang paling disukai Allah swt.

Maka ia pun menulis sepucuk surat yang kemudian ia tujukan kepada Imam Malik bin Anas di madinah. Isinya adalah ajakan  kepada Imam Malik agar meninggalkan Madinah dan mengikuti jejaknya beruzlah di Mekkah agar lebih berkonsentrasi menjalankan ibadah. Ia meminta ang Inan untuk tidak lagi mengajar dsn menyamaika ilmu yang dimilikinya.

Setelah Imam Malik menerima surat itu , Imam Malik pun menulis surat balasan yang berbunyi seperti ini ""Sesungguhny Allah telah membagi amalan (keshalehan) itu sebagaimana ia telah membagi rezeki. Terkadang ada orang yang dibukakkan jalannya untuk lebih banyak mengerjakan shalat namun tidak dibukakan untuknya jalan untuk lebih banyak berpuasa.

Ada pula yang lain yang mungkin dimudahkan untuk banyak bersedekah, namuntidak dibukakan jalan untuk banyak berpuasa. Mungkin ada juga yang lain yang dimudahkan untuk berjihad, namun tidak dibukakan untuk yang lainnya.

Adapun menyebarkan ilmu itu sendiri adalah salah satu amal keshalehan. Dan aku sudah merasa ridha terhadap jalan yang dibukakan Allah untuk ini. Dan aku yakin bahwa apa yang saat ini aku kerjakan tidak lebih buruk dari apa yang engkau kerjakan. Namun aku tentu berharap bahwa kita berdua selalu berada dalam kebaikan dan keshalehan." (Siyar A'lam An-Nubala' 8/115)

Dan surat singkat ini tentu saja ditujukan untuk kita pula. Maka jangan bersedih, keshalehan itu ibarat rezeki dari Allah. Dialah yang mengaruniakan hidayah kepada kita untuk mengerjakan sebuah keshalehan, sekecil apapun itu. Maka sebagaiman rezeki ada yang mendapatkan keshalehan berlimpah, namun ada yang biasa saja. 

Ada orang yang dibukakan pintu rezekinya dari arah perdagangan, namun ada pula yang dibukakan dari pintu yang lain. Tentu saja ketika anda hanya mendapatkan limpahan rezeki yang tidak seberapa, anda tidak boleh berhenti untuk bekerja keras. Seperti itulah pula keshalehan. Jangan menjadikan sedikitnya limpahan hidayah keshalehan sebagai alasan untuk tidak bekerja keras menjadi lebih shaleh dari hari-ke hari.









Sumber : 80 kisah Islam Terbaik (Muhamad Yasir)
Advertisement

Baca juga:

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

Tidak ada komentar