Hilang Rasa Malu, Hilang Harga Diri

Hilang Rasa Malu, Hilang Harga Diri

Suatu hari ketika Rasulallah saw berkmpul bersama para sahabatnya di masjid, tiba-tiba datang seorang arab gunung, dan dengan tanpa basa-basi langsung kencing disudut masjid. Para sahabat kaget bahkan hampir saja Umar Ibnu Khattab r.a memukulnya. Tapi Rasulallah saw mencegahnya. Setelah itu ia bertanya dengan suara lantang "mana yang namanya Muhammad?"

Setelah ditunjukkan wajah Nabi saw, ia merasa sekujur tubuhnya lemah dan serta merta iapun masuk Islam. Setelah masuk Islam ia baru tahu dan sadar bahwa apa yang barusan diperbuatnya itu suatu aib, perbuatan yang memalukan bahkan dosa besar. Kisah ini mengilustrasikan norma yang begitu dalam.

Seorang manusia akan persis binatang manakala tidak ada rasa malu. Kencing dimasjid apalagi dengan mempertontonkan aurat, adalah perbuatan binatang. Tapi belum tentu semua orang akan berpendirian begitu. Bagi seorang arab gunung perbuatan seperti itu mungkin bias-biasa saja karena ketidak tahuannya akan norma-norma yang baik. Setelah ia tahu baru sadar dan malu akan perbuatannya.

Kisah ini mengajarkan bahwa dengan ilmu seseorang akan memiliki rasa malu. Semakin banyak ilmu, maka akan semakin banyak menjauhi perbuatan yang memalukan. Sepertihalnya seseorang keluar rumah dengan pakaian sobek, karena tidak tahu, akan merasa biasa-biasa saja sekalipun banyak orang yang memandangnya sinis. Tapi mankala ia tahu maka muncul rasa malu.

"Dari Imran bin Husaini r.a katanya : Nabi saw telah bersabda : Malu itu tidak datang kecuali dengan membawa kebaikan." (HR. Bukhari-Muslim).

Tapi bagimana seseorang yang berilmu (tahu) tapi masih tetap melakukan perbuatan yang memalukan (munkar)? Manusia separti ini jelas manusia yang tidak tahu malu. Maka tak cukup hanya sekedar tahu atau berilmu, untuk malu seseorang mesti memiliki iman. Dengan iman ini rasa malu akan terpelihara. Tanpa iman maka tak ada rasa malu.

Begitu juga  tidak ada iman yang tidak diiringi rasa malu. Pantas jika Rasulallah saw  bersabda : "Dari Ibnu Umar r.a berkata : Nabi saw mendengar seseorang menasihati saudaranya dalam hal malu yaitu melarangnya dan menganggap perbuatan itu buruk, lalu NAbi saw bersabda : Malu itu sebahagian dari iman" (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Rasa malu ibarat rem yang akan mengerem kita dari perbuatan munkar. Semakin besar rasa malu maka rem itu semakin pakem sehingga seseorang terhindar dari perilaku yang bertabrakan dengan norma. Bisa dibayangkan jika rasa malu itu hilang, maka segala perilaku tidak akan terkontrol. Mempertontonkan aurat  dianggap trend bahkan menjadi tontonan sehari-hari keluarga kita.

Akibatnya free seks dan kumpul kebo menjamur. Lebih jauh lagi praktek aborsi menjadi trend yang sangat memalukan di negri yang mayoritas Islam. Perilaku para pejabat dan politisi kita yang hilang rasa malunya, mengakibatka korupsi, kolusi dan nepotisme, menjadi hal yang lumrah. Akibatnya rakyat menderita dan kelaparan. Sesuatu hal yang tidak pantas dinegri yang katanya bagai surga dunia.

Begitu juga praktek pembunuhan bahkan pembantaian sangat ironis terjadi dinegri ini yang katanya memiliki peradaban yang tinggi. Tapi itu semua terjadi begitu saja akibat hilangnya rasa malu. "Sesungguhnya Allah swt. Apabila hendak membinasakan seseorang, dicabutnya dari oarang itu sifat malu. Bila sifat malu telah dicabut darinya , engkau akan mendapatinya dibenci orang dicabut sifat amanah darinya.

Jika sifat amanah telah dicabut, kamu dapati ia menjadi seorang pengkhianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayangnya maka jadilah ia seorang yang terkutuk. Jika telah menjadi orang terkutuk, maka lepaslah tali Islam darinya." (HR. Ibnu Majah).

Dalam riwayat lain Rasulallah saw bersabda : " Jiika Allah hendak menghancurkan suatu kaum (negri), maka terlebih dahulu dilepaskannya rasa malu dari kaum itu" (HR. Bukhari-Muslim). Begitu hebatnya bencana yang muncul akibat hilangnya rasa malu, hingga Rasulallah saw pun menyindir " Jika rasa malu hilang, maka lakukanlah apa saja oleh kalian sesuka nafsu kalian."

Hal ini mengandung pengertian, jika rasa malu telah hilng, seseorang tidak akan mampu menimbang mana halal dan mana haram atau haq dan bathil suatu perbuatan. Kalau ini telah demikian adanya, apa bedanya dengan binatang, mereka hidup hanya bermodalkan hawa nafsu tanpa berlandaskan akal sehat. Bahkan manusia akan lebih rakus dan kejam dari binatang.

Jika binatang, "mencuri" hanya sekedar mengisi perut. Tapi manusia bisa milyaran bahkan trilyunan rupiah. Pantas jika Allah swt berfirman : "Terangkan kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu menjadi pemelihara tasnya? atau kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tiada lain  hanyalah seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi." (QS. Al-Furqan 43-44).

Firman Allah swt tersebut seolah mengisyaratkan bahwa manusia yang hilang rasa malunya di kategorikan seperti binatang. mengapa demikian? Jika binatang telanjang karena tidak memiliki nursni dan diciptakan sebagai pelengkap penderitaan, sementara manusia diciptakan  sebagai makhluk paling sempurna dengan seperangkat jasmani dan ruhani yang lengkap.

Manusia diberi akal pikiran untuk bisa membangun dirinya sekaligus bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Jadi manakala ia berperilaku seperti binatang, maka ia akan jauh lebih sesat dari binatang. Untuk itu kasus bukak-bukaan  atau pamer aurat merupakan cerminan manusia bermental binatang yang menggadaikan rasa malu demimeraih kesenangan semu.

Begitu pula kasus pamer aurat, sedikitnya mengisyaratkan makin terkikisnya rasa malu dikalangan remaja muda Islam.






Sumber : Kesucian Wanita (Abu Al-Ghifari)


Advertisement

Baca juga:

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

Tidak ada komentar