Revolusi Cinta di Era Modern

Revolusi Cinta di Era Modern

Menukik ke arah komersialisasi tubuh, pada poin ini pembahasan  diarahkan pada pemaknaan cinta yang telah keluar jalur. Saat ini makna cinta sudah mengalami pergeseran yang sangat jauh.

Saban hari lagu-lagu cinta dilantunkan, namun bukan syair yang mengarah ke arah cinta sejati, tapi lebih cenderung pemberhalaan cinta. Cinta menjadi kata yang paling banyak diucapkan sekaligus sebagai pembenaran dari prilaku munafik.

Betapa tidak, orang-orang yang berbicara cinta itu bukan orang yang ingin memelihara, tapi orang-orang haus darah yang ingin mematikan cinta.  Itulah revolusi cinta diera modrn ini. Dunia tengah dilanda demam cinta buta.

Saban hari para gadis merintih kehilangan cintanya, ditinggal kekasih. Saban hari juga ada saja pemuda yang bunuh diri untuk mengenang cintanya yang telah mati (ditinggal kekasihnya). Syair-syair lagu dengan uraian air mata ikut mengiringi "kepedihan" itu.

Sajak-sajak yang diukir dengan tinta emas penuh dengan rintihan cinta. Cerpen, novel, dan cerita-cerita fiksi sarat dengan petualangan cinta yang tanpa henti. Sinetron, drama, film layar lebar menginformasikan cinta yang tidak kesampaian.

Disudut lain kita temukan desahan halus gadis-gadis yang memohon cinta sang kekasih. Begitu pula sang kekasih merintih memohon bukti cinta. Mereka terlelap dalam permainan cinta yang penuh birahi.

Saat sang gadis terbuai, lantai menyerahkan kesuciannya demi cinta, tak sedikit mereka lantas hilang ingatan akibat sang kekasih ingkar janji.

Dimana cinta yang pernah dijanjikan itu, sementara kandungan kian membesar?  Dimanakah janji-janji untuk sehidup semati itu?  Dimana ungkapan cinta untuk saling menyayangi itu? Semuanya musnah, yang ada hanya penyesalan.

Intinya cinta setengah mati itu hanyalah sia-sia belaka. Ternyata cintanya si dia bukanlah cinta sejati tapi kerinduan meneguk kenikmatan yang terlarang (Zina).

Bukan itu saja, kaum pria yang menempatkan  kekasihnya (harta) diatas segala-galanya, telah mabuk kepayang dengan kekasihnya itu.

Berbeda dengan gadis atau jejaka tadi yang mabuk kepayang dengan cinta terhadap kekasihnya (lawan jenis), cinta kaum pria itu telah dirasuki nafsu yang sangat berbahaya.

Gaya kodok (injak bawah, jilat atas dan sakit kanan-kiri menjadi jurus jitu demi harta. Yang terpenting cinta-cinta mendapatkan harta itu kesampaian tak peduli halal dan haramnya.

Muncullah  budaya korupsi, kolusi dan nepotisme yang begitu ampuh melumpuhkan Indonesia. Disudut lain, Cinta buta telah hinggap di ubun-ubun para petualang cinta dikalangan pejabat yang haus ingin menempati singgasana kekasihnya (gila jabatan).

Jabatan menjadi kekasih bahkan berubah menjadi berhala yang disembah siang dan malam. Betapa tidak, demi jabatan itu, banyak yang rela mengorbankan harga diri. Tak jarang mereka mendatangi dukun atau ziarah ke makam keramat demi meraih jabatan itu.

Dimanakah harga diri mereka sebagai orang intelek? Tapi itulah revolusi cinta jabatan di era modern ini. Manusia siap menyingkirkan siapa saja demi jabatan bahkan membunuh pun tak jadi persoalan. Muncullah selorohan "ingin naik jabatan, besok makan siapa?

Sementara itu rakyat hanya keciprtan sampahnya saja dari ambisi mereka yang tidak kesampaian. Namun dari kisah pilu tentang cinta itu, cerita cinta buta antara lawan jenis menjadi trend yang paling populer.

Cinta telah berubah menjadi berhala, orang sudah mabuk kepayang terhadap sesama manusia lagi dan melupakan cinta sejati (Allah swt). Menjamurlah budaya mejeng, pacaran, khalwat dan ikhtilat.

Berhamburanlah janji-janji cinta yang sarat kebohongan. Rayuan maut sang kekasih semakin hari kian membuai, membuat sang gadis lupa daratan.

Terjadilah pelecehan seks setahap demi setahap hingga akhirnya terjerumus pada pola-pola kehidupan jahiliyyah (kumpul kebo). Mereka berpikir, cinta buta itu ternyata enak dan lezat. Akibatnya  dunia kebanjiran order cinta buta ini.



Sumber : Kesucian Wanita (Abu-Alghifari)
Advertisement

Baca juga:

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

Tidak ada komentar